KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
Menganalisis Sistematika Kritik Sastra dan Esai
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah kegiatan pembelajaran 1 ini diharapkan kalian mampu menganalisis sistematika kritik sastra dan esai dengan kritis dan semangat agar dapat merancang kritik sastra dan esai yang kreatif, inovatif, serta benar.
B. Uraian Materi
Kalian hebat karena sudah berada dalam tahap ini. Kalian pasti telah menguasai
modul sebelumnya, ya. Modul ini merupakan lanjutan dari modul sebelumnya. Pada
pembahasan modul ini, kalian akan diberikan penjelasan tentang sistematika kritik
sastra dan esai.
Kritik sastra diartikan sebagai tanggapan atau respons pembaca terhadap hasil karya
sastra, baik itu berupa karya puisi ataupun prosa seperti cerpen maupun novel. Kritik
sastra ditulis secara sistematis dan di dalamnya terdapat penilaian baik buruk. Panjang
pendeknya sebuah tulisan kritik tidaklah ditentukan. Kritik sastra bisa ditulis panjang
atau pendek sesuai dengan kebutuhan dan kedalaman isi. Meskipun mengungkapkan
pandangan penulis, kritik tetap harus ditulis secara objektif karena berlandaskan sebuah
hasil karya yang real.
Dalam teks kritik sastra, pendapat/tesis yang disampaikan adalah hasil penilaian
terhadap sebuah karya. Dalam pendapat/tesis juga terdapat rangkuman cerita atas karya
yang kalian kritik serta terdapat tokoh, perwatakan, alur, latar, amanat, atau hal lain yang
berhubungan dengan kritik kalian.
Argumen yang disajikan berupa data-data objektif dalam karya serta alasan yang logis. Di
dalamnya juga terdapat poin-poin yang akan dibahas dalam kritik. Pembahasan dapat
dimulai dari seputar tokoh, alur, perwatakan, amanat, sistematika penulisan, dan lain-lain.
Penulis dapat menggunakan teori, seperti sosiologi, psikologi, feminisme,
postmodernisme, postkolonial, semiotika, dan lain-lain. Teori ini digunakan sebagai
landasan untuk menganalisis dan menilai.
Penegasan ulang dalam kritik dapat berupa ringkasan atau pengulangan kembali tesis
dalam kalimat yang berbeda. Di dalamnya juga terdapat penilaian kalian terhadap sebuah
karya sastra. Penilaian ini didasarkan pada analisis dan argumen yang telah ditulis dalam
argumen. Penulis kritik harus tetap objektif dan mengunakan bahasa yang lugas dalam
menilai sebuah karya sastra.
C. Contoh Teks Esai
Batman Gunawan Mohammad
- Batman tak pernah satu, maka ia tak berhenti. Apa yang disajikan Christopher Nolan sejak ”Batman Begins” (2005) sampai dengan ”The Dark Knight Rises” (2012) berbeda jauh dari asal-muasalnya, tokoh cerita bergambar karya Bob Kane dan Bill Finger dari tahun 1939. Bahkan tiap film dalam trilogi Nolan sebenarnya tak menampilkan sosok yang sama, meskipun Christian Bale memegang peran utama dalam ketiga-tiganya.
- Tiap kali kita memang bisa mengidentifi kasinya dari sebuah topeng kelelawar yang itu-itu juga. Tapi tiap kali ia dilahirkan kembali sebagai sebuah jawaban baru terhadap tantangan baru. Sebab selalu ada hubungan dengan hal-ihwal yang tak berulang, tak terduga—dengan ancaman penjahat besar The Joker atau Bane, dalam krisis Kota Gotham yang berbeda-beda.
- Sebab itu Batman bisa bercerita tentang asal mula, tetapi asal mula dalam posisinya yang bisa diabaikan: wujud yang pertama tak menentukan sah atau tidaknya wujud yang kedua dan terakhir. Wujud yang kedua dan terakhir bukan cuma sebuah fotokopi dari yang pertama. Tak ada yang–sama yang jadi model. Yang ada adalah simulacrum—yang masing-masing justru menegaskan yang–beda dan yang–banyak dari dan ke dalam dirinya, dan tiap aktualisasi punya harkat yang singularis, tak bisa dibandingkan. Mana yang ”asli” tak serta-merta mesti dihargai lebih tinggi.
- Sebab kreativitas berbeda dari orisinalitas. Kreativitas berangkat ke masa depan. Orisinalitas mengacu ke masa lalu. Masa yang telah silam itu tentu saja baru ada setelah ditemukan kembali. Akan tetapi, arkeologi yang menggali dan menelaah petilasan tua, perlu dilihat sebagai bagian dari proses mengenali masa lalu yang tak mungkin dikenali. Pada titik ketika masa lalu mengelak, ketika kita tak merasa terkait dengan petilasan tua, ketika itulah kreativitas lahir.
- Saya kira bukan kebetulan ketika dalam komik ”Night on Earth” karya Warren Ellis dan John Cassaday (2003), Planetary, sebuah organisasi rahasia, menyebut diri archeologists of the impossible.
- Para awaknya datang ke Kota Gotham, untuk mencari seorang anak yang bisa membuat kenyataan di sekitarnya berganti-ganti seperti ketika ia dengan remote control menukar saluran televisi. Kota Gotham pun berubah dari satu kemungkinan ke kemungkinan lain, dan Batman, penyelamat kota itu, bergerak dalam pelbagai penjelmaannya. Ada Batman sang penuntut balas yang digambarkan Bob Kane; ada Batman yang muncul dari serial televisi tahun 1966, yang dibintangi oleh Adam West sebagai Batman yang lunak; ada juga Batman yang suram menakutkan dalam cerita bergambar Frank Miller. Semua itu terjadi di gang tempat ayah Bruce Wayne dibunuh penjahat—yang membuat si anak jadi pelawan laku kriminal.
- Satu topeng, satu nama—sebuah sintesis dari variasi yang banyak itu. Namun, sintesis itu berbeda dengan penyatuan. Ia tak menghasilkan identitas yang satu dan pasti. Hal yang lebih penting lagi, sintesis itu tak meletakkan semua varian dalam sebuah norma yang baku. Tak dapat ditentukan mana yang terbaik, tepatnya: mana yang terbaik untuk selama-lamanya.
- Sebab itu Kota Gotham dalam ”Night on Earth” bisa jadi sebuah alegori. Ia bisa mengajarkan kepada kita tentang aneka perubahan yang tak bisa dielakkan dan sering tak terduga. Ia bisa mengasyikkan tapi sekaligus membingungkan. Ia paduan antara sesuatu yang ”utuh” dan sesuatu yang kacau.
- Dengan alegori itu tak bisa kita katakan, mengikuti Leibniz, bahwa inilah ”dunia terbaik dari semua dunia yang mungkin”, le meilleur des mondes possibles. Bukan saja optimisme itu berlebihan. Voltaire pernah mencemoohnya dalam novelnya yang kocak, ”Candide”, sebab di dunia ini kita tetap saja akan menghadapi bermacam-macam kejahatan dan bencana, 1.001 inkarnasi The Joker dengan segala mala yang diakibatkannya. Kesalahan Leibniz—yang hendak menunjukkan sifat Tuhan yang Mahapemurah dan Mahapengasih— justru telah memandang Tuhan sebagai kekuasaan yang tak murah hati: Tuhan yang hanya menganggap kehidupan kita sebagai yang terbaik, dan dengan begitu dunia yang bukan dunia kita tak patut ada dan diakui.
- Kesalahan Leibniz juga karena ia terpaku kepada sebuah pengalaman yang seakan-akan tak akan berubah. Padahal, seperti Kota Gotham dalam ”Night on Earth”, dunia mirip ribuan gambar yang berganti-ganti di layar, dan berganti-ganti pula cara kita memandangnya.
- Penyair Wallace Stevens menulis sebuah sajak, ”Th irteen Ways of Looking at a Blackbird”. Salah satu bait dari yang 13 itu mengatakan, But I know, too, /Th at the blackbird is involved/ In what I know
- Memandang seekor burung-hitam bukan hanya bisa dilakukan dengan lebih dari satu cara. Juga ada keterpautan antara yang kita pandang dan ”yang aku ketahui”. ”Yang aku ketahui” tak pernah ”aku ketahui semuanya”. Dengan kata lain, dunia— seperti halnya Kota Gotham—selamanya adalah dunia yang tak bisa seketika disimpulkan.
- Tak berarti pengalaman adalah sebuah proses yang tak pernah tampak wujud dan ujungnya. Pengalaman bukanlah arus sungai yang tak punya tebing. Meskipun demikian, wujud, ujung, dan tebing itu juga tak terpisah dari ”yang aku ketahui”. Dunia di luarku selamanya terlibat dengan tafsir yang aku bangun dari pengalamanku—tafsir yang tak akan bisa stabil sepanjang masa
- Walhasil, akhirnya selalu harus ada kesadaran akan batas tafsir. Akan selalu ada yang tak akan terungkap—dan bersama itu, akan selalu ada Gotham yang terancam kekacauan dan keambrukan. Itu sebabnya dalam ”The Dark Knight Rises”, Inspektur Gordon tetap mau menjaga misteri Batman, biarpun dikabarkan Bruce Wayne sudah mati. Dengan demikian bahkan penjahat yang tecerdik sekalipun tak akan bisa mengklaim ”aku tahu”.
Sumber: Majalah Tempo, Edisi Senin, 06 Agustus 2012~
Perhatikan contoh analisis sistematika teks esai ”Batman” berikut ini!
Esai adalah salah satu bentuk karya ilmiah. Fajri melalui Nurbaya mengatakan
bahwa esai adalah sebuah tulisan yang menguraikan suatu masalah berdasarkan sudut
pandang penulis, tetapi hanya secara sepintas. Oleh karena itulah, pendapat atau argumen
yang ada dalam esai biasanya adalah pendapat pribadi. Penulis esai sangat dianjurkan
mengemukakan pendapat, tetapi harus tetap memiliki alasan mengapa berpendapat
seperti itu.
Terdapat dua bentuk esai, yakni esai formal dan esai nonformal. Esai formal
adalah esai yang biasa dibuat oleh pelajar, mahasiswa, ataupun peneliti karena memiliki
ciri-ciri serius, logis, dan lebih panjang. Bentuk esai nonformal memiliki sifat jenaka,
personal, serta gaya dan struktur tidak terlalu formal sehingga lebih mudah ditulis.
Esai merupakan sebuah tulisan yang terdiri atas beberapa paragraf yang membahas
sebuah topik. Empat hal yang harus ada dalam esai adalah judul, pendahuluan, isi, dan
simpulan. Faktor penting yang ada dalam esai antara lain analisis, interpretasi, dan refl
eksi. Karakter esai yang paling terlihat adalah unsur subjektivitas penulis.
Dalam teks esai, pendapat/tesis yang disampaikan adalah pandangan penulis terhadap
objek atau fenomena yang disorotinya. Bagian ini memperlihatkan pokok permasalahan
yang akan disampaikan oleh penulis esai. Selain itu, tesis bisa juga digunakan untuk
menggiring pembaca agar mengetahui pokok esai kita.
Argumen yang disajikan berupa alasan yang logis yang subjektif. Pada bagian ini terdapat
konteks. Konteks diartikan sebagai ruang lingkup tulisan secara eksplisit ataupun implisit.
Konteks inilah yang membatasi pokok permasalahan agar fokus tidak keluar dari topik
yang sedang dikaji. Selain terdapat konteks, pada bagian ini juga terdapat masalah.
Masalah adalah kejadian atau peristiwa yang tidak sesuai dengan harapan atau keinginan.
Sebuah karangan esai yang baik akan mengandung
masalah yang aktual sehingga dapat memberikan sesuatu yang baru ke pembaca. Selain
konteks dan masalah, bagian ini pun memperlihatkan adanya sebuah solusi. Solusi adalah
usaha penulis untuk menyelesaikan masalah yang ditulis dalam esai karyanya. Penulis
esai ingin meyakinkan pembaca agar ide dan gagasan yang dia sampaikan dapat
menyelesaikan masalah. Selain itu, penulis juga ingin mengajak pembaca melaksanakan
solusi yang disampaikan sehingga masalah dapat terpecahkan dan selesai.
Penegasan ulang dalam esai dapat berupa ringkasan atau pengulangan kembali.
Ringkasan dari pokok masalah dan solusi yang telah disampaikan. Akan lebih baik jika
penegasan ulang ditulis dalam 3–5 kalimat yang menggambarkan pendapat kalian tentang
topik yang ditulis. Namun, jangan tulis kembali apa yang sudah ditulis sebelumnya karena
akan membuat pembaca bosan.
D. Rangkuman
1. Dalam teks kritik sastra,
Pendapat/ tesis yang disampaikan adalah hasil penilaian terhadap sebuah
karya.
Argumen yang disajikan berupa data-data objektif dalam karya serta alasan yang
logis.
Penegasan ulang dalam kritik dapat berupa ringkasan atau pengulangan
kembali tesis dalam kalimat yang
berbeda.
2. Dalam teks esai,
Pendapat/tesis yang disampaikan adalah pandangan
penulis terhadap objek atau
fenomena yang disorotinya.
Argumen yang disajikan berupa alasan yang logis yang subjektif.
Penegasan ulang dalam esai dapat berupa ringkasan atau pengulangan kembali.
Belajar, Berbagi dan Tumbuh Bersama . . . !
EmoticonEmoticon